RSS Feed
Tidak semua yang ku tulis adalah aku, dan tak semua yang kau baca adalah kamu.

Jumat, 24 Mei 2013

penerimaan tanpa syarat

minggu ini aku belajar tentang konsep penerimaan tanpa syarat. semesta memaksaku belajar lebih tepatnya. dunia mengajarkanku bahwa ada beberapa hal diluar sana yang hanya perlu diterima saja tanpa harus dimengerti.

aku belajar bagaimana memposisikan diri sebagai personal yang bisa meleburkan ego individu. tidak segampang yang terdengar, karena mengorbankan kebahagiaan menjadi salah satu indikatornya.

ketika kau sadari bahwa kebahagiaanmu bukan lagi menjadi yang terpenting di dunia ini, adalah saat-saat terbimbang dalam menentukan pilihan. melihat yang lain tertawa bahagia, atau kau memilih tertawa sendirian.

minggu ini aku mencoba memahami rasa. sebuah rasa yang tak ingin kupercayai tapi terus bertumbuh dengan lembut namun cukup untuk menghancurkan. entah apa namanya. tapi tetap tak ku mengerti seutuhnya. aku belajar menerima tanpa syarat.

mataku, senyumku, bahkan dalam setiap tarikan nafasku menyimpan rahasia. mereka menyimpan rahasia yang tak kuasa untuk ku ungkap. aku memilih memendam. berharap ada orang diluar sana yang bisa memecahkannya.

aku merasa seakan semesta memusuhiku, tapi aku belajar menerima tanpa syarat.
aku merasa seolah semua personal memusuhiku, tapi aku belajar menerima tanpa syarat.
aku merasa seperti berdiri sendiri di tengan jembatan rapuh tanpa pegangan di kanan kiri, tapi aku belajar menerima tanpa syarat.
aku dituntut untuk menjadi orang lain, itu pun ku terima tanpa syarat.

kini aku mempunyai topeng dengan seribu emosi, yang harus kugunakan bergantian. hingga aku tak lagi tau, yang mana wajahku sebenarnya.

minggu ini segalanya terasa berat. kedepannya pun akan bertambah berat. dan ku coba untuk menerima tanpa syarat.

Kamis, 23 Mei 2013

sang bocah di dunia para dewasa.

seorang bocah kecil polos tersesat di dunia orang dewasa yang penuh konspirasi sejarah. mungkin tersesat bukanlah diksi yang tepat, yang jelas sang bocah saat ini sedang terduduk merengkuh lutut sambil sesekali terisak. ghuenzee, nama sang bocah.

ingin sekali aku mengulurkan tangan, menerangi jalan setapak agar ghuenzee bisa pulang kembali ke rumahnya. tapi itu berarti aku memanjakan. dan dia tidak akan pernah dewasa. memang akulah yang memaksanya masuk ke dalam dunia mereka. anggap saja aku jahat.

belum cukup sebulan ghuenzee disana, belum juga terlihat tanda-tanda adaptasi yang berhasil. sebaliknya, dia dikucilkan dan kini menangis di pojok hutan terkelam. aku tak habis pikir, harusnya dia sudah dewasa sekarang. harusnya dia sudah bisa memahami soal-soal kehidupan.

selama sebulan ini dia telah bertemu dengan beberapa soal kehidupan. aku ingat sekali, soal kehidupan pertama datang saat dia baru saja ingin melintasi jembatan pilihan. soal itu bernama "hati atau hari?" kini dia disuruh memilih jembatan di sebelah kanan yang bentuknya lika-liku, penuh dengan harapan indah dan juga ekspektasi kebahagiaan. jembatan itu bernama 'jembatan hati'. tapi ujungnya tak terlihat, ditutupi kabut misteri. tak pasti masih adakah kelanjutannya, atau justru jurang dalam yang menunggu.

sedang di sebelah kirinya, juga ada sebuah jembatan, lurus, monoton, sesekali bergelombang, rapuh di beberapa bagian dan panjangnya keterlaluan, tapi terlihat daratan di ujung sana. terlihat kepastian menapak di sisi seberang. namanya 'jembatan hari'. beberapa bocah yang telah melaluinya, melakukan kesalahan dengan memilih sang hati, padahal jurang kelam menunggu di balik kabut.

sedang ghuenzee, lain dari yang sudah-sudah, dia memilih membuat perahu, agar bisa memetik harapan di 'jembatan hati' tapi juga tetap bisa berjaga-jaga jika nantinya ada jurang di ujungnya. anggap saja dia lulus pada soal kehidupan pertama.

tiga hari yang lalu, dia bertemu soal kehidupan lainnya, namanya 'komitmen'. sang komitmen telah menyekap beberapa bocah lainnya yang belum bisa menyelesaikan masalahnya, termasuk ghuenzee. para bocah disuruh untuk menyelesaikan masalah, ghuenzee yang datang terakhir hanya bisa bertanya kepada yang lainnya, apa sebenarnya masalah sang 'komitmen'. dia berniat membantu, menyumbangkan beberapa saran hasil pengalamannya.

namun, karena ghuenzee adalah bocah terkecil disana, dia tidak dipandang ada, diacuhkan, dikucilkan, ditinggal sendirian. setiap bertanya, tak ada yang menjawab, bahkan terkadang dia dihardik serta diusir dari kerumunan. setiap bertingkah, dia malah dianggap lancang dan dihujani tatapan sinis serta senyuman penuh ledekan.

aku tau, kini ghuenzee mulai capek bertanya dan bertingkah. dia kini merasa beda dunia. bagai bocah abad 20 yang hidup pada abad 21. dia tidak cocok di dunia orang dewasa, dunia penuh soal-soal kehidupan. berulang kali dia meminta kepadaku dikembalikan ke dunia para bocah. tapi aku menolak. ini tidak sesuai dengan skenario yang telah ku buat. ghuenzee harus tetap ada di sana, sampai dia benar-benar telah menjadi bagian dari dunia dewasa.

capek memohon kepadaku, sore tadi dia berjalan lemas menuju kerumunan yang belum juga selesai debat kusir. dia berlutut dan memohon yang disertai isak tangis.

"kumohon, beri aku pengetahuan biar secuil, cukup yang boleh kuketahui, selebihnya seikhlas kalian saja" katanya.

tetap tak ada yang berubah.