RSS Feed
Tidak semua yang ku tulis adalah aku, dan tak semua yang kau baca adalah kamu.

Minggu, 16 Juni 2013

Berjuang Dalam Perbedaan

terkadang perbedaan memang bisa sangat menyulitkan. bahkan bisa memisahkan.

Leony, teman yang telah kuanggap sebagai saudara sendiri, menghubungiku kemarin malam. lewat telepon seluler dia bercerita tentang kisahnya. kisah yang tak pernah kutau pernah dialaminya karena jarak dan kesibukan yang memisahkan kami.

ini kisah tentang perbedaan. lagi-lagi tentang perbedaan.

kisahnya bermula sejak 6 bulan yang lalu. dia berkenalan dengan seorang Pria. Pria yang mengenalkan dia tentang arti cinta. pertemuannya cukup sederhana, hanya karena sebuah buku, mereka pun saling mengenal nama. hobby membacanya ternyata juga dimiliki oleh Firman, sang lelaki yang mengenalkan cinta padanya.

tanpa disadari oleh mereka berdua, diskusi-diskusi hangat tentang buku yang sedang mereka baca mengalirkan suasana hatinya pada kondisi yang mendekatkan. hingga secara kasat mata, mereka telah saling memberi hati. memberi kepercayaan. memberi cinta. cinta memang sesederhana itu, Leony jatuh pada cinta, dan Firman menangkapnya.

Firman adalah mahasiswa semester akhir di salah satu perguruan tinggi di Indonesia, mengambil juruan Hukum karena idealismenya tentang keadilan. dan tentu saja itu menjadi poin plus dan menambah kekaguman Leony padanya. semakin lama mereka semakin tenggelam dalam samudra cinta. sedangkan Leony adalah mahasiswi semester 5 universitas ternama di makassar.

mereka adalah konsep pasangan ideal. saling melengkapi dan saling menutupi kekurangan. tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak bersama. tapi bukankah didunia ini tidak ada yang sempurna? begitu juga dengan hubungan mereka. konsep pasangan ideal yang dilekatkan oleh teman-teman mereka terhadap hubungan kedua insan ini terhalang satu perbedaan besar. Agama. Keyakinan. Kepercayaan.

Leony adalah seorang katolik yang taat. tumbuh di lingkungan keluarga yang religius. oma, opa, dan beberapa omnya mengabdikan dirinya menjadi pendeta di gereja di kampung halamannya. sedangkan firman, anak laki-laki pertama dikeluarganya, yang diharapkan akan memberi contoh pada adik-adiknya. menghabiskan masa SMP dan SMA nya disalah satu pesantren terkenal di daerah Jawa sana. sudah pasti adalah seorang muslim yang taat.

entah harus menyalahkan siapa? dua anak manusia bertemu, dengan polosnya menyerahkan hati tapi terhalang sebuah perbedaan besar. haruskah mereka menyalahkan semesta?

disela-sela ceritanya, aku hanya bisa berkata "sabar" sambil berusaha menenangkan isak tangisnya.

dalam hati aku heran pada mereka berdua. aku sempat bertanya "kalian sadarkan tentang perbedaan besar ini? kenapa masih diteruskan?"

Leony semakin dalam jatuh pada kesedihannya, dia terdiam lama sekali, menahan tangis yang ingin keluar lebih deras. sepertinya aku telah salah menanyakan pertanyaan.

beberapa saat kemudian, ia menjawab. pada awalnya mereka berusaha menerima, menormalkan segala sesuatunya. bertoleransi terhadap satu sama lainnya. berharap akan ada jalan keluar dengan sendirinya. tak jarang perbedaan diantara mereka dijadikan bahan candaan di malam hari menjelang tidur. tapi keadaan malah semakin memburuk.

manusia memang egois dalam hal cinta. mereka memutihkan segala macam perbedaan hanya karena keinginan bersama yang lebih kuat. inikah konsep "cinta itu buta"?

mereka berusaha mencari pembenaran atas hubungan mereka, berusaha mencari tokoh-tokoh senasib yang sukses hingga ke jenjang pernikahan. tapi sejarah berkata lain. menurutku mereka sangat romantis, memilih untuk tetap bersama walau perbedaan menghadang.

di depan masing-masing mereka saling menertawakan perbedaan, tapi dibelakang panggung, mereka saling mendoakan. berdoa pada tuhan dengan nama yang berbeda.
setiap minggu, Leony masih sering ke gereja, melipat tangan dengan kalung salib yang melingkar pada lehernya. sedangkan Firman ia rajin melaksanakan sholat malam, bersujud memohon ampun, dan meminta solusi dari tuhan. mereka saling memperjuangkan cinta dalam bahasa yang berbeda. mereka saling mendoakan dengan cara yang berbeda. Leony dengan Salib ditangannya, sementara Firman dengan tasbih digenggamannya.

ketika Leony telah selesai bercerita, aku tak tahu harus berkata apa. tak ada solusi yang bisa kuberikan. aku hanya bisa menjadi pendengar yang baik. aku tak berani menyarankan agar mereka berpisah saja. karena jika melihat dari latar belakang keluarga, sangat mustahil menyuruh salah satu dari mereka untuk berpindah keyakinan. mereka sama-sama taat juga sama-sama saling mencintai.

siapakah sebenarnya yang menciptakan perbedaan ini? tuhan kah? semesta kah? siapa yang patut disalahkan?

hingga kini mereka masih menyimpan tanya besar di benak masing-masing, apakah Cinta dan Keyakinan tak bisa di satukan?

Sabtu, 15 Juni 2013

Mungkin karena jodoh.

Mungkin.
Mungkin pipiku sengaja dibuat temben, karena jodohku suka mencubitnya.
Mungkin hidungku sengaja tak dibuat mancung, karena jodohku suka menariknya.
Mungkin kekanak-kanakanku sengaja susah untuk dihilangkan, karena jodohku jatuh cinta padanya.
Mungkin namaku sengaja dibuat sesimpel ini, agar jodohku nyaman menyebutnya dalam setiap doa-doanya.

Mungkin. Mungkin.
Mungkin bibirku sengaja dibuat tipis, karena jodohku nyaman menciumnya.
Mungkin badanku sengaja tak dibuat sekurus mungkin, agar aku dan jodohku nyaman di dalam pelukan.
Mungkin jerawat dan warna kulitku sengaja dibuat seperti ini, agar aku sadar jodohku menerimaku apa adanya.

Mungkin. Mungkin. Mungkin.
Tuhan menciptakanku sebagaimana apaadanya diriku, tidak sempurna dengan banyak kekurangan, agar aku sadar, bahwa jauh di depan sana, di masa depan kelak, seseorang yang sama tak sempurnanya, juga dengan banyak kekurangan, menantiku. seseorang yang denganku akan saling melengkapi, menutupi satu sama lain. seseorang yag nantinya kusebut "jodoh".

wanita impian

kali ini ingin membahas sedikit tentang wanita impian.
saya hanya ingin sedikit berpendapat secara bebas, beropini semerdeka mungkin.

sejak emansipasi wanita dielu-elukan, semakin banyak wanita ingin disamaratakan haknya dengan pria. termasuk dalam lingkungan keprofesian. seakan tak ada lagi pembeda, pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh pria juga telah dijamah oleh tangan-tangan perkasa wanita. semisal, tukang ojek, sopir bus, karyawan kantoran, mandor, manajer, direktur, hingga presiden sekalipun.

berbagai faktor menjadi penyebab wanita memilih untuk bekarir. entah itu karena tingkat pendidikan yang tinggi sehingga sayang jika hanya menjadi ibu rumah tangga, dorongan dari orang tua yang menuntut untuk bekerja, penghasilan suami yang belum mampu memenuhi kebutuhan keluarga, atau dengan bekerja wanita merasa lebih dihargai keberadaannya, bekerja juga menjadi ajang aktualisasi diri wanita, mampu meningkatkan wawasan yang akan berdampak pada peningkatan pola asuh anak nantinya, hingga menunjang kebutuhan finansial keluarga.

tapi disisi lain, dengan memilih menjadi wanita karir, akan ada harga yang harus dibayar sebagai bentuk pengorbanan. sebut saja pengorbanan waktu luang. dengan memilih menjadi wanita karir, secara otomatis waktu luang untuk keluarga akan semakin berkurang karena harus dibagi dengan pekerjaan kantor. urusan rumah tangga akan menjadi terbengkalai jika wanita karir lebih fokus dengan karirnya sendiri.

secara pribadi, saya agak tidak sepakat dengan konsep wanita kantoran. ada baiknya jika wanita sebagai selayaknya wanita tetap mengurusi rumah tangga tanpa harus ikut dipusingkan dengan masalah kantoran.

bukankah, menurut teori struktural fungsionalis, setiap orang mempunyai peran dan fungsinya masing-masing, dan jika ada yang melenceng dari fungsinya, maka akan terjadi konflik.

masih secara pribadi, entah saya masih kurang kritis atau tidak, saya menganggap sudah semestinya wanita yang telah menikah bertugas mengurusi keluarganya, sedangkan sang suami lah yang mencari nafkah. sedangkan sang anak bertugas untuk belajar dan mempersiapkan diri dengan bekal pengetahuan sebelum menggantikan posisi ayah dan ibu mereka.

saya menganggap menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah pekerjaan mulia yang sangat susah untuk dikerjakan. bayangkan jika seorang ibu tidak terlalu memperhatikan kondisi keluarganya, terutama anak, karena tuntutan pekerjaan. sang anak akan kekurangan kasih sayang dan akan berdampak pada kondisi psikologinya. ujung-ujungnya sang anak bisa saja memilih tempat lain untuk mendapatkan kasih sayang yang tidak dia dapatkan dari rumah.

apalagi di dunia yang telah memasuki zaman globalisasi. apapun yang diinginkan akan dengan sangat mudah didapatkan, terlebih tanpa pengawasan dari orang tua.

lagi-lagi secara pribadi, saya menyarankan untuk wanita-wanita lajang diluar sana, ada baiknya kita berkarir sebagai ibu rumah tangga saja. bagi saya cita-cita menjadi ibu yang baik lebih sulit dibanding membangun istana putri duyung di palung laut terdalam. kenapa sulit ? karena menjadi ibu yang baik tidak ada sekolahnya. semua berasal dari naluri. menjadi ibu yang baik dibutuhkan pengakuan dari seluruh keluarga. suami juga anak. bayangkan jika salah satu diantaranya terlantar?

bukankah indah rasanya jika, seorang wanita memfokuskan diri pada keluarganya. sarapan enak akan selalu tersedia setiap pagi dimeja, rumah akan selalu bersih, anak-anak akan selalu punya teman bercerita dan berbagi keluh kesah, setiap malam ruang keluarga akan hangat dengan perbincangan-perbincangan antar keluarga. bukannya sibuk dengan urusan masing pekerjaan masing-masing.

saya adalah seorang pemimpi. saya masih bemimpi suatu hari nanti akan melanjutkan pendidikan di negeri sakura sana. saya juga masih memimpikan akan meluncurkan sebuah buku yang murni hasil tulisan saya. tapi impian terbesar saya adalah menjadi seorang ibu yang baik. yang menuntut ilmu setinggi-tingginya tapi tidak sungkan untuk menunduk demi mengikat tali sepatu anak. wanita yang mampu bersosialisasi diluar tapi tetap tidak lupa untuk menyanyikan lagu untuk menidurkan sang anak. wanita yang suatu hari nanti, anaknya akan menulis blog seperti ini, dan menceritakan betapa hebat ibunya. :)

Jumat, 14 Juni 2013

Kumpulan Sajak

entah ada energi dari mana..
atau inspirasi dari siapa..
seketika jemari menari lincah di atas keyboard hape..
tanpa permisi, tanpa campur tangan logika..
beberapa sajak tiba-tiba saja tercipta..

"Sebenarnya, aku tak keberatan saat tubuhku kau isi bait-bait luka. Asal setidaknya, kau berani menunjukan aku kepadanya"

"Dirimu menjelma jadi apapun di kepalaku. Jadi lugu. Jadi malu. Jadi candu. Jadi rindu"  


"Aku ingin membaca isyaratmu lewat sinar mata karena aku jenuh menyelami harimu hanya lewat untaian aksara"

"Aku senang lepas dari ikatan kesetiaan, setia hanya mendatangkan sedih, apalagi ketika tiba saatnya berpisah"  

"Wanita cerdas tak pernah menyesal. Seperti aku yang tak menyesal membangun mimpi bersamanya. Walau hanya sebatas mimpi"  

"Yang mengubah takutku menjadi keberanian kecil, mengubah menggigilku menjadi senyuman tipis, mengapa harus kamu?"  

"Keluarkan saja pisaunya, sayat saja sesukanya, gores saja semau-maunya. Kata hati pada sekeping rindu"  

"Rindu memang tidak membutuhkan tanya, cukup sekeping keberanian untuknya menjadi terungkap"  

"seberapa sulitkah sebuah pengungkapan, mengingat ada takut yang mengekang juga gengsi yang mematikan?"

"Sajak bodoh dengan diksi yang masih berantakan. Terlalu jujur, tanpa rasa malu. Memunculkan ingatan, menyembulkan rasa" 

anggap saja saya sedang kekurangan pekerjaan. :) 

Jarak Kita Jutaan Tahun Cahaya

tadi sore kutemukan sebuah surat. surat dari lembaran alang-alang biru laut.
sepertinya surat sepasang kekasih yang dipisahkan jarak.
surat yang ditulis oleh putri duyung untuk malaikat di langit sana.
mungkin lemparan putri duyung kurang kuat, hingga surat itu hanya mengambang di permukaan laut Bumi.
seperti ini bunyinya::

Jarak.
Sebuah kata yang mampu menciptakan rindu.
Kata yang menggiring sendu, disetiap malam kelabu.
Sebuah kata yang sangat mengambil andil dalam kisahku.

kisahku bukan tentang sepasang kekasih yang dipisahkan oleh jarak berkilokilo meter, atau dipisahkan oleh lautan. kisahku juga bukan dipisahkan oleh jarak yang bernama kematian. kisahku lebih unik daripada itu. kisahku dipisahkan oleh jarak jutaan tahun cahaya, yang hanya bisa dihubungkan oleh doa-doa tulus nurani.

seorang putri duyung yang berasal dari planet ketiga di sistem tata surya, mungkin tidak akan pernah punya kesempatan menyatu dengan malaikat senja yang tinggal di planet mars sana. bahkan sejak awal kita memang dilarang menyatukan jiwa. tempatmu tinggi di langit ketujuh bersama puluhan bidadari dengan kecantikan yang berlebihan, sedang aku? aku hanya bisa merindu dari bawah palung laut terdalam. menatap nanar ke langit mars penuh rindu dan harap.

kau selalu keluar pada malam hari saat pintu langit terbuka pas setelah senja menunaikan tugasnya, sedang aku hanya bisa keluar setelah fajar menyingsing, disaat-saat laut sedang dalam kondisi pasang. seakan perbedaan lingkungan belum cukup menjadi pemisah di antara kita, kenyataan bahwa kita berada di planet yang berbeda malah memperbesar penghalang di antara kita.

kadang aku menyesal mengapa kita harus bertemu dan saling menjatuhkan hati pada pertemuan pertama yang sangat singkat itu. kita hanya diberi jatah setengah jam *menurut perhitungan jam manusia* untuk bertemu oleh semesta dihari-hari biasa. parahnya waktu yang sesingkat itu, tidak akan pernah cukup untuk mengutarakan semua rindu yang tertahan.

pernah aku memohon pada semesta, agar dia ciptakan waktu yang lebih lama, sebagai imbalannya aku akan membantunya menjaga ketentraman laut Bumi dibagian barat, tempat kerajaan neptunus berdiri. semesta berbaik hati, hingga dia menghadirkan gerhana bulan. sekali dalam satu periode revolusi Bulan.

aku tak tau, pengorbanan yang telah kau lakukan untuk memperjuangkan kita. namun, ada ataupun tidak ada, aku tak pernah menuntut.

aku hanya ingin kau tau, ada namamu di setiap doa yang kupanjatkan di kuil Aquarida. semoga doa itu sampai padamu. atas nama cinta, aku membebaskanmu untuk berlabuh ke hati bidadari lain di langit sana. aku juga tak akan menuntutmu untuk setia di tengah beribu perbedaan yang memisahkan. aku hanya memintamu bahagia. denganku ataupun tanpaku.

kita memang dipisahkan oleh jarak jutaan tahun cahaya, tapi yang kuyakini, kita satu dalam cinta.

begitulah kisah mereka. kuharap semesta akan sedikit lebih berbaik hati pada mereka.
love it!

Rabu, 12 Juni 2013

malam ini hujan mengguyur.

malam ini hujan mengguyur dengan deras, menolongku menyamarkan isak yang telah lama ingin terlihat tapi bersi keras kupendam.

malam ini hujan mengguyur, menenangkan tangis yang telah menerobos benteng mentalku yang masih lemah.

malam ini hujan mengguyur, berusaha menenangkan batin yang masih penuh dengan gejolak problematika kehidupan mahasiswa.

malam ini hujan mengguyur, menemani raga dalam sepi sunyi senyapnya malam yang semakin larut.

malam ini hujan mengguyur, dan aku merenung.

tangisku pecah, ketika satu persatu potongan soal kehidupan muncul. menyayat hati, menggores batin, bahkan menjatuhkan nalar.

aku ingin menjadi seperti sang Gadis Jeruk, yang dengan segala ketegaran jiwa, berjuang melawan rindu untuk menggapai sukses. atau seperti Athena, berjalan tegap diatas halhal yang diyakininya benar tanpa peduli dengan anggapan orang sekitar.

aku ingin menyerah dan berhenti melawan. tunduk pada rasa yang tak tahu harus kusebut apa. aku ingin mengibarkan bendera putih dan terbaring mengikuti arus. tapi rasa takut selalu datang mengetok pintu batin.

malam ini hujan mengguyur, mencoba membantuku mengurai rasa penyebab tangis ini hadir.

malam ini hujan mengguyur, membekukan nalar dan menebarkan emosi hingga kesudut batin terdalam.

aku bukan bulan yang hanya terus diam dibalik kelamnya angkasa, walau terus dihantam oleh bendabenda galaksi lainnya.
aku mahluk sosial yang perlu mengerti juga dimengerti oleh semesta.

aku masih membutuhkan telinga untuk mendengar, hingga tak perlu menunggu hujan mengguyur untuk mengeluarkan tangis.

tuhan yang baik,
aku ingin menyerah saja, berdiam diri mengikuti arus takdir yang telah kau goreskan.
tuhan yang bijaksana,
tolong hadirkan penyelesaian, aku tak ingin selamanya jadi penghianat.
tuhan yang dermawan,
tolong berikan jiwaku, kekuatan yang lebih kuat dari karang yang selalu dihempas ombak.

malam ini hujan mengguyur, dan aku termenung.

Betapa Cepatnya Dunia Berubah.

Time flies.
people change.
live sucks.
and nobody cares.

begitu cepatnya waktu berjalan, bahkan setiap detiknya terbang meninggalkan jejak. sungguh hebat sang waktu, hanya dengan tetap berdetak setiap detiknya dia sanggup menghadirkan scene yang membolakbalikkan kehidupan manusia.

sebenarnya apa itu waktu? mengapa dengan hebatnya dia bisa merubah kehidupan personal individu. Einstein berkata, waktu adalah sejenis lintasan yang berada di dimensi keempat. yang artinya di dimensi keempat akan ada salinan tak terbatas dari seluruh alam semesta pada garis waktu yang tak terbatas pula.

kukira sudah bukan saatnya lagi bagiku untuk menyalahkan waktu.

aku hanya sedang tak tahu ingin menyalahkan siapa selain waktu yang jelasjelas mengambil peran dalam perubahan yang terjadi di kehidupanku.

saat kanakkanak dulu, semua terasa seringan kapas. dengan mudahnya semua masalah hanya diselesaikan dengan cara memutuskan tali pertemanan, mengubah status kawan menjadi lawan, dan keesokan harinya kembali berteman hanya karena persoalan ingin tetap bermain di sore hari. masalah yang lalu bahkan dianggap tak ada.

beranjak remaja kita diminta untuk mengerti kondisi alam semesta beserta isinya. termasuk mengerti tentang kondisi cuaca yang tak bersahabat, kondisi psikologis kucing hamil yang tak layak untuk diganggu, kondisi hati yang diamdiam menyimpan rasa untuk orang lain diluar sana, kondisi keuangan yang kadang mencekik hasrat belanja, kondisi orang tua yang berbeda pemikiran, hingga kondisi orang lain dalam lingkup sosial.

semakin tua, kita semakin dipaksa untuk menjadi dewasa. walau sejujurnya, sampai sekarang aku belum pernah mendapatkan indikator kedewasaan seperti apa.
siap tidak siap, aku harus jadi dewasa. semesta menuntut.

status mahasiswa, umur diatas 17 tahun lengkap dengan embel-embel KTP di dompet, bukubuku yang telah dibaca, lingkungan pergaulan, tontonan tivi zaman sekarang, diskusidiskusi yang telah diikuti, serta tanggung jawab yag dibebankan oleh pengetahuan seakan memaksa, menuntut bahkan menodong untuk aku menjadi dewasa di segala hal.

dunia berubah, kawan.
dan aku belum bisa mengimbangi perubahannya. aku tertinggal. ditinggal zaman.

dunia menjadi semakin kompleks, salahkah aku jika hanya berharap akan hidup yang sederhana?
selain waktu, perlukah ku salahkan pengetahuan yang kudapatkan??

melihat dunia yang berubah dengan cepatnya, kurasa aku belum siap. aku masih harus belajar pada alam. bagaimana seharusnya memilih prioritas, antara kawan, tanggung jawab juga keluarga.

ajari aku semesta, sebelum dunia berubah lebih cepat lagi :"(