RSS Feed
Tidak semua yang ku tulis adalah aku, dan tak semua yang kau baca adalah kamu.

Kamis, 20 Maret 2014

Penunggu Mading Fakultas

Sore ini aku sedang dibungkus hangat. Mungkin bagi mereka yang tak percaya pada kekuatan cinta akan menudingku berlebihan. Aku sedang menggenggam hatiku demikian eratnya kali ini. Takut debar debar kebahagiaan yang tak bisa aku tahan lajunya, membuat hatiku melompat keluar dan tak bisa kembali ke asal. Tahukah kamu? dari balik mading fakultas, aku mengagumi setiap tingkah lugumu. Kau adalah salah satu alasanku bersemangat melajukan motorku ke kampus setiap paginya.

Sore ini, lagi-lagi, aku menikmati sosokmu dari balik mading fakultas. Senyumku tak berhenti melengkuh sementara bibirku kebas dalam rasa yang tak mau terkikis habis. Sebulan yang lalu, aku telah resmi menjadi 'Penunggu Mading Fakultas'. Tak ada rasa bosan yang hadir ketika aku sedang menontonmu melenggang di sepanjang koridor bersama teman-temanmu dari kejauhan. Seperti teduhnya menikmati rintik hujan yang jatuh ke tanah satu per satu sembari menyesap secangkir kopi. 

Aku tak pernah segila ini sebelumnya. Hanyut dalam denting piano yang memainkan nada penantian. Menikmati setiap detik yang dicipta waktu dengan memujamu dari kejauhan. Kau tak akan percaya, siluetmu ketika tertawa memecah debar dengan seketika. Jika cinta yang membuat aku manjadi gila, katakan pada dunia, aku tak ingin disembuhkan.

Jika poster-poster di belakangku bisa bicara, mungkin mereka telah lama mengeluh kebosanan. Menonton punggungku yang begitu-begitu saja di setiap penghujung senja. Tak ada dialog yang terdengar, semua serba kesunyian atau sesekali ditemani lantunan gerimis. Kuharap mereka bisa bersabar lebih lama. Mungkin besok, lusa atau entah kapan, telah ada kau berdiri disini menemaniku. Saat ini, aku hanya sedang menyusun bongkahan nyaliku pelan-pelan.


Rerintik hujan menghiasi soreku kali ini. Dinginnya membalut rasa yang sebentar lagi membeku setelah sekian lama ditinggal oleh pemilik. Telah datang hari-hari, dimana cinta tak lagi sehangat dini. Hangatnya memuai bersama kedatangan sepi di hari-hari sendiri. Saatnya menunggu ksatria baik hati datang menghampiri. Membawakanku keranjang besar penuh dengan mimpi-mimpi manis. Dibawah mading fakultas aku berteduh dari hujan yang mengalunkan irama mistis tempat aku menghiburkan diri.

Senja kali ini terlalu cepat menggelapkan diri. Terburu-buru mengundang rembulan untuk menduduki tahta langit bersama bebintang. Padahal aku masih menunggumu disini. Bersama deretan huruf warna-warni yang tak pernah pergi walaupun ingin. Sebentar lagi, hanya sebentar lagi. Biarkan aku berteduh dibawag mading fakultas ini sebentar lagi. Mungkin di menit ke enam belas akan datang pangeran berkuda putih.

Kekasih, lukaku kini telah sembuh dimakan masa. Tak ada lagi dia yang menari-nari di lantai bernama hati dengan menggunakan sepatu dansa penuh duri. Kini saatmu untuk bertamu telah tiba. Datanglah, dan bawakan aku punggung yang akan menjadi tempatku bersandar saat ragu menggiringku berjalan jauh dari kebenaran. Segeralah menyegerakan diri, karena aku tak mau menunggu terlalu lama seperti cerita kemarin.

Tak bisakah rotasi Bumi diperlambat? agar kertas-kertas dibelakangku tak lusuh dimakan jaman. Hingga mereka akan tetap setia menemaniku menunggu. Aku memandang lekat-lekat pintu kaca disebelah sana. Terlalu lekat, sampai berkedip pun aku enggan. Aku memandangi dari jarak yang terlalu jauh dijamah oleh mataku. Sebelum senja benar-benar habis dikikis bulan, masuklah melangkah dari pintu kaca. agar senyumku segera merekah.

Diam-diam, ada cerita yang terajut mesra dari keberadaan mading fakultas. Saat senja masih menjadi tontonan orang-orang dan bulan belum lagi merajuk di beranda jendela meminta perhatian, ada kisah terpilin rahasia dari kumpulan rasa yang berterbaran di sepanjang koridor fakultas. Diam-diam saling memperhatikan. Diam-diam saling menunggu jawaban. Diam-diam saling memberi harapan.

Bertumpuk-tumpuk rindu telah tertancap halus pada permukaan mading fakultas. Ditancapkan rapi oleh para penunggunya yang telah lama saling bertukar kata yang belum tuntas. Permukaan mading fakultas, saksi bisu dari segala sunyi yang dicipta rasa malu-malu untuk saling mengenggam.

Betapa hidup telah menjelma mencadi ibu tiri yang kejam. Memisahkan cinderella dari pangerannya, bahkan sebelum lonceng jam dua belas malam berbunyi lantang. Betapa takdir telah tega mempermainkan kehidupan, menciptakan pandangan yang belum juga saling bertaut hingga sekarang. Betapa semesta telah berubah menjadi labirin yang jahat. menyesatkan dua hati yang telah lama saling mendatangi satu sama lain.

Tuhan, beginikah potret manusia yang saling mendoakan dalam diam? Semoga nasib baik menghampiri mereka berdua.



*catatan penulis: prosa bersama foto di atas tidak lebih dari rekayasa belaka.

0 komentar: