RSS Feed
Tidak semua yang ku tulis adalah aku, dan tak semua yang kau baca adalah kamu.

Senin, 25 Februari 2013

Kisah Aku dan Kamu yang belum Usai

ini seperti kisah dongeng yang belum selesai. Sama seperti semua kisah dongeng, dalam kisah kali ini, seorang pecinta bernama ‘aku’, berjuang merebut hati anak manusia bernama ‘kamu’. Tapi perjuangan kali ini berbeda, kali ini bukan tentang perjuangan bak ksatria penunggang kuda dengan tombak di tangan kirinya, dan yang kanan sibuk mengatur laju kuda, bukan! Bukan juga tentang perjuangan pangeran charming yang menerobos benteng yang di jaga oleh naga untuk membangunkan si putri tidur, bukan! Bukan juga tentang perjuangan pria gagah berani, dengan otot yang telah melebihi kapasitas, menghalau setiap preman yang menganggu kekasihnya, bukan! Bukan tentang perjuangan seperti itu. Ini tentang perjuangan ‘aku’ yang berjuang meyakinkan diri untuk menunggu ‘kamu’ menyatakan cinta. Ini perjuangan lewat bahasa diam. Lewat kebutaan dan kebisuan, yang di lakukan ‘aku’ untuk mempertahankan ‘kita’.



Dalam perjuangannya sang Aku selalu mengisi malamnya dengan ingatan dan kenangan. Ingatan tentang si’kamu’ yang telah lama ini tak pernah lagi berada dipenglihatannya. Juga kenangan tentang bagaimana dulu ‘kamu’ pernah menenangkan sedih 'aku'. Di tengah ingatan dan kenangan, sang ‘aku’ masih tetap ingin meperjuangkan perasaannya, perasaan yang tanpa syarat. Perasaan yang bahkan tak dipahami oleh ‘aku’. Perasaan yang sering di sebut dengan ‘cinta’. Perasaan yang menghadirkan rindu di masa lama tak bertemu, menghadirkan cemburu di saat lama tak diperhatikan, juga perasaan yang menghadirkan cemas di kala tak berkabar.

Ketika kabar tentang ‘kamu’ datang lewat pesan-pesan singkat, sang ‘aku’ hanya bisa menahan rindu. Rindu yang telah berlarut-larut tertimbun hingga mengalir di air mata. Air mata yang tak akan pernah terungkap pada si ‘kamu’. Air mata yang selamanya mengalir dalam qalbu. Air mata yang tak akan pernah keluar dalam kata-kata. Rindu sepihak.

Doa-doa yang keluar dari mulut sang ‘aku’, berbeda dengan doa-doa yang terlontar melalui kata-kata si ‘kamu’. Doa-doa tentang kekhawatiran ‘aku’ yang mungkin tak pernah terfikirkan oleh ‘kamu’. Adalah ketakutan yang membungkam sang ‘aku’, hingga pada akhirnya semua doa, air mata, rasa rindu, cemas, dan khawatir tak pernah sampai ke telinga si ‘kamu’. Ketakutan akan kepantasan si ‘kamu’ untuk di perjuangkan oleh sang ’aku’. Ketakutan akan ketidakpastian, jika perjuangan sang ‘aku’ untuk merebut hati si ‘kamu’, tidak akan berakhir pada ‘kita’ yang bahagia.

ketakutan jika ternyata kebersamaan selama ini antara sang ‘aku’ dan si ‘kamu’ akan ternodai ketika segalanya telah terungkap.

Sudah terlalu sering sang ’aku’ memaafkan ketidak hadiran si ‘kamu’, juga terlalu banyak maklum yang diberikan sang ‘aku’ atas kesalahan-kesalahan si ‘kamu’, serta sudah terlalu banyak senyum yang dihadirkan sang ‘aku’ disaat tangislah yang sebenarnya ingin mengalir.

Pertanyaannya, masihkah ‘kamu’ pantas untuk diperjuangkan oleh ‘aku’ ?

0 komentar: