RSS Feed
Tidak semua yang ku tulis adalah aku, dan tak semua yang kau baca adalah kamu.

Minggu, 17 Maret 2013

Cinta itu Tirani

Selintas lalu dalam perjalanan pulang, sambil berjalan kaki menyusuri padang bunga indah nan mempesona, terlihat semungil anak manusia yang sedang memperhatikan keindahan  bunga lily dan tulip di sekitarnya. Ekspresi wajahnya menujukkan rasa kagum yang teramat sangat, bagaikan baru pertama kali bertemu dengan keindahan yang tak tertandingi.  Tahukan anak kecil itu tentang kisah yang ada di balik kecantikan bunga lily dan tulip itu? Ku yakin tidak. Anak kecil terlalu polos untuk tahu kisah di balik kecantikan bunga-bunga. Mereka tidak akan pernah mengetahui pengorbanan sebesar apa yang tersembunyi dibalik sebuah keindahan. Mungkin juga tidak denganmu.

Sini biarkan aku menceritakan kisah pengorbanan itu. Agar kalian bisa memberitahu sahabat, saudara, teman, mantan teman, bahkan calon teman kalian akan arti pengorbanan, hingga pada akhirnya nanti kalian akan semakin menghargai arti pengorbanan sekecil apapun itu. Ini adalah kisah tentang pengorbanan tanah kepada benih bunga yang menjadikan bunga memiliki pesona yang teramat.


Kisah ini dimulai saat perjumpaan pertama mereka. Tanah dan benih. Benih yang awalnya hanya berbentuk sederhana, polos tanpa motif ramai yang melekat. Suatu hari Benih  datang kepada Tanah untuk meminta belas kasihan. Tanah yang subur, kaya dan penuh zat hara. Semuanya dibutuhkan oleh Benih untuk tumbuh. Tanpa disadari oleh Benih, Tanah jatuh cinta pada kepolosan Benih.

Benih hadir di suatu sore, diantara senja dan tampakan bintang di langit merah. Ia bertemu Tanah, meminta kesediaan Tanah untuk kemudian dengan ikhlas bisa berbagi unsur haranya agar benih dapat berkembang. Karena tanpa unsur tersebut benih tak akan punya nama, benih takkan menjadi mawar yang harum ataupun lily yang indahnya beragam. Dan Tanah pun bersedia.

Mereka tumbuh bersama. Semakin lama benih berkembang semakin matang. Lalu suatu hari dari benih terlihat bakal batang. Walaupun masih kecil, tapi benih yakin ia akan tumbuh cantik. Benih senang bukan main. Dia telah tumbuh, dan bukan lagi sebuah benih. Hari demi hari berlalu, siang dan malam silih berganti menciptakan hari-hari yang baru untuk di lalui. Tanah dan benih masih terus bersama. Benih semakin tumbuh cantik, tapi tanah lambat laun mengering.

Dari hitungan hari beranjak menjadi minggu hingga akhirnya berakhir pada hitungan bulan. 7 bulan. Tidak kurang ataupun lebih. Kini benih telah mekar menjadi bunga tulip yang cantik. Bunga tulip yang akan memesona siapapun yang lewat. Bunga tulip yang harumnya menyerbakkan dada. Tidak ada lagi kepolosan benih, yang ada hanya keangkuhan tulip atas kecantikannya, keegoisan tulip atas keharumannya. Dan tanah? Hanya bisa mengering dan semakin kering.

Sebentar lagi tanah akan mati dan tulip akan dipindahkan pada tanah yang lebih subur. Tanah rela mati dan mengering hanya demi kecantikan semu bunga-bunga fana. Tanah rela menjadi tandus hanya untuk mengharumkan bumi lewat bunga-bunga centil di padang. Harusnya tanah yang dapat perhatian manusia karena rasa cintanya, bukannya bunga. Tapi tanah dengan ikhlas mundur perlahan, memberi tempat untuk yang dicintainya menerima cinta manusia.

Jika kalian berfikir rasa cinta seharusnya membebaskan. Kalian salah. Kalian hanya membentuk konsep cinta yang utopis. Terlalu tinggi hingga tak pernah membumi. Kita mahluk bumi, sudah sepatutnya menganut konsep bumi bukan konsep utopis.  Cinta tidak membebaskan, cinta itu tirani. Memenjarakan dan membelenggu. Karena cintalah yang menggiring tanah pada lorong panjang pengorbanan. Bahkan setiap unsur hara, mineral dan hal lain yang dibutuhkan bunga menjadi tidak berarti di bawah mahligai agung kata cinta. Cinta menjadi candu. Bahkan pengorbanan tulus pun menjadi tak berarti lagi. Seperti pengorbanan Tanah kepada Benih yang membuatnya tandus.

1 komentar:

Dimas Prakosooo mengatakan...

Hahaha.. Cinta itu memenjarakan. Adduhh!! Bahasanya jadi tambah mak #Jleb!