Di sebuah hutan belantara di
negeri antah berantah, kebakaran besar terjadi. Kebakaran itu membumi hanguskan
semua pepohonan. Apinya melambung tinggi. Membakar semua yang dilewatinya.
Kebakaran hutan kini semakin menjadi-jadi. Sejauh mata memandang yang terlihat
hanyalah kobaran api. Semakin tinggi dan meninggi tanpa ada yang membatasi.
Beberapa saat kemudian hujan
turun dengan perlahan. Rintik demi rintik, tetes demi tetes jatuh membasahi
tanah. Perlahan sang hujan bertambah deras. Dengan kecepatan lambat kobaran api
pun padam oleh tetesan hujan. Kini, tak ada lagi dedaunan hijau, yang ada
hanyalah ranting-ranting gosong. Sekarang tidak ada lagi hutan tropis yang meneduhkan,
yang ada hanya kumpulan pohon gersang terbakar.
Ternyata tidak. Seusai hujan
turun, masih tersisa sekecil api mungil yang masih bertahan. Sang api terlihat berusaha
bertahan agar tetap hidup dengan membakar kayu di sekelilingnya. Membuat kayu
menjadi abu hanya untuk dapat terus hidup.
Tidak jauh dari tempat si api
kecil, terdapat sebuah genangan air yang juga kecil. Genangan air tersebut
bergerak perlahan. Membentuk siluet seorang gadis kecil lengkap dengan dua
kunciran rambut di sebelah kiri dan kanan. Si air melangkah riang dengan
sedikit lompatan kecil, mendekati si api. Begitu juga dengan si Api, tapi
dengan langkah yang berbeda. Langkah si Api lebih santai dan terkesan
berwibawa.
Mereka bertemu di pertengahan
sebuah batang pohon. Awalnya mereka hanya saling diam dan menatap mata
masing-masing. heran, mungkin. Wajar saja ini adalah kali pertama mereka
bertemu. Kali pertama air dan api bersua. Pernah dengar tentang konsep cinta
pada pandangan pertama? Seperti inilah mungkin kisahnya. Si api dan air
sama-sama jatuh pada cinta di pandangan pertama mereka. Rupanya proses saling
memandang tadi telah menimbulkan percikan rasa di hati masing-masing.
Kini mereka memutuskan untuk
menjalani hidup bersama. Berpetualang mengelilingi bumi bersama-sama. Bergandengan
tangan menghadapi hari-hari selanjutnya.
Baru saja mereka memutuskan untuk
memulai, masalah telah menghampiri mereka. Ternyata bergandengan tangan
bukanlah ide yang baik. Ternyata ketika mereka bersentuhan, mereka akan saling
menyakiti. Si Api akan menjadi padam sementara Si Air akan mendidih dan kemudian
berubah menjadi uap. Apakah benar mereka tidak akan pernah bisa bersama ?
Perbedaan sifat tidak lantas
membuat mereka menyerah pada keadaan. Mereka mencari akal, agar tetap terus
bersama. Mereka memaksa takdir agar membiarkan mereka tetap bersama. Si api
sangat cerdas, dia mengambil batu kecil. Batu kecil inilah yang selanjutnya
menjadi perantara diantara tangan mereka. Kini mereka tidak akan saling
menyakiti lagi dan tetap akan terus bersama. Si Api masih akan terus bersama Si
Air tanpa harus takut padam, sementara Si Air juga akan tetap disisi Si Api
tanpa harus takut menjadi uap.
Mereka kini mulai berjalan
mengelilingi hutan untuk mencari tempat yang bisa mereka tempati untuk
sementara waktu. Mereka terus berjalan dan berjalan. Tengah hari yang terik,
mereka kecapean. Si Api menyarankan untuk istirahat siang sejenak. Jadilah mereka
singgah. Mereka tertidur dengan jarak satu meter yang mengantarainya. Tidur mereka
sangat pulas.
Menjelang sore, Si Api terbangun
duluan. Reflex ia melihat ke samping untuk memastikan si Air masih tertidur di
tempatnya. Si Air masih tertidur, bahkan sangat pulas. Rupanya Si Air sangat
kecapean akibat perjalanan mereka tadi. Tapi ada yang aneh dari Si Air. Ukuran
Si Air menyusut. Rupanya cuaca yang panas membuat Si Air sedikit demi sedikit
menyusut dan menguap, uapnya kini menjadi awan. Si Api yang tidak tega berpisah
dengan Si Air secara perlahan seperti ini, pergi mencari pertolongon di sekitar
hutan. Apapun akan dia cari dan dia lakukan demi mempertahankan Si Air, agar Si
Air tetap bisa hidup di sisinya. Si Api berjanji akan kembali sebelum Si Air
sempat terbangun dari mimpinya.
Si Api berlari sekuat tenaga,
menyusuri pohon demi pohon. Menerobos hutan yang kini telah menghitam. Di
perjalanannya dia bertemu seorang manusia. Si Api mendekati manusia tersebut
dengan maksud meminta pertolongan. Bukannya ditolong, manusia malah mengambil
Api dan menaruhnya dalam sebuah obor. Manusia membawa obor tadi ke rumahnya
lalu memindahkan Si Api ke dalam sebuah lampu Minyak yang dindingnya terbuat
dari kaca. Kini Si Api benar-benar telah terpisah dari si Air. Si Api menyesali keputusannya yang telah
meninggalkan Si Air. Hatinya berkata, jika saja
dia tidak meninggalkan Si Air, mungkin kini dia masih bisa bersama Si Air
menikmati saat-saat terakhir mereka bersama. Seandainya..
Penyesalan memang selalu datang
terlambat. Kini Si Api meruntuki nasibnya yang terkungkung dalam sebuah lampu
minyak. Kebebasannya direnggut oleh dinding-dinding kaca. Kini Si Api terduduk
dan tertunduk lesu mengingat Si Air.
Ketika senja mulai berganti
gelap..
“tok.. tok.. tok..”
Bunyi dinding kaca lampu yang
diketok. Rupanya itu adalah Si Air. Ternyata Si Air selama ini mencari
keberadaan Si Api. Bukan main bahagianya Api ketika melihat Air masih berdiri
di depannya walau dalam ukuran yang lebih kecil dari sebelumnya. Ingin rasanya
Si Api keluar dan memluk si Air, namun
apa daya dia masih terjebak dalam lampu minyak berdinding kaca tersebut. Si Api
tak bisa kemana-mana.
Melihat Si Api yang tidak bisa
kemana-mana, Si Air memutuskan menemani Api dari luar lampu. Dia duduk sambil memeluk kakinya berusaha
tetap menjauh dari lampu. Suasana di sekitar lampu sangatlah panas, apalagi
ketika mengetok dinding kaca lampunya tadi, Air menyusut lebih ceoat dari yang
seharusnya. Si air berusaha tetap tersenyum menemani si Api tanpa dilihat oleh
si Api kalau sebenarnya Si Air sedang kepanasan luar biasa.
Semakin lama Air semakin
mengecil, ukurannya menyusut. Kini Air tidak bisa lagi tertawa bebas, dia hanya
bisa terdiam sambil tetap duduk menemani si Api. Si Api yang menyadari itu pun
tidak bisa berbuat apa-apa. Si Api bahkan sangat tersiksa, melihat kekasihnya
Air menghilang perlahan-lahan karena panas dari dirinya. Dia semakin tersiksa
ketika mengetahui bahwa tidak ada yang bisa dilakukannya selain menyaksikan dalam
diam.
Detik berlalu, berganti menit. Menit
berubah menjadi jam.
Satu jam… Si Air semakin mengecil
Dua jam berlalu.. Si Air kini
hampir sepenuhnya menguap
Dua jam lima belas menit.. Si Air
telah sepenuhnya menghilang. Berubah menjadi uap. Dan bergabung dengan para
awan.
Bukan main terpukulnya Api. Dia mencaci
dirinya sendiri karena membiarkan Air menguap di depannya. Sepanjang malam yang
dilakukannya hanya bersedih dan meratapi kepergian Si Air.
Ketika matahari mulai bersinar. Kembali
bertengger sebagai sang surya, ayam-ayam mulai berkokok. Manusia pun terbangun
dari tidurnya. Dia melihat api di lampu minyaknya mengecil, seakan telah lama
bertahan agar tidak mematikan dirinya sendiri. karena hari telah menjelang
terang, manusia memutuskan untuk mematikan lampu minyaknya.
Dengan sekali tiup, sang api kini
berubah menjadi asap. Melayang ke angkasa. Hilang tak berbekas.
Di angkasa sana, Si Api yang
telah menjadi asap dan Si Air yang telah bergabung dengan para awan, kembali
bertemu. Betapa bahagianya mereka dapat kembali di pertemukan. Tidak ada yang
berbeda dari mereka. Cintanya tetap sama. Perasaannya tetap terjaga. Bahkan ditambah
dengan rasa rindu yang meminta untuk dibalas. Yang membuat mereka lebih bahagia
lagi, kini mereka berada dalam wujud yang sama. Tak ada lagi Api yang memadam
jika bertemu dengan Air, dan tak ada lagi Air yang mendidih dan menjadi uap
jika bertemu dengan Api. Yang ada hanya mereka yang kini berbahagia dalam
selubung cinta.
Pengorbanan yang tulus, terkadang
mendatangkan kebahagiaan.
Kita boleh kehilangan
segala-galanya kecuali kehilangan harapan. TAMAT :)
0 komentar:
Posting Komentar