Engkaulah
pelita tempat berkumpulnya cahaya harapan.
Engkaulah
penujuk jalan yang diselubungi kabut-kabut kepercayaan.
Engkaulah
semesta berisi partikel-pertikel cinta kami.
Engkau,
dimana segala harapan digantungkan
Padamu,
yang segala percaya ditautkan
Untukmu,
yang segala cinta diberikan
Wahai,
pemerintah :’)
(catatan kecil
yang ditulis disela-sela bingkai kekecewaan-masyarakat)
Aku
ingin bercerita. Tentang sebuah kisah yang cocok menyandang predikat ‘miris’
terlebih ‘ironis’. Cerita ini berkisah tentang harapan yang dibumbung tinggi
tapi kemudian dijatuhkan. Berkisah tentang rasa percaya yang dijaga sepenuh
hati tapi kemudian dihamburkan penuh kesia-siaan. Tentang rasa cinta yang
terlalu dalam tertanam tapi justru kabur terseret arus gelombang keserakahan.
Kisah ini tentang yang sering kalian sebut
sebagai Masyarakat dengan yang kalian elu-elukan sebagai Pemerintah.
Bagai
kain polos tanpa motif Masyarakat punya sejuta harapan, berlapis-lapis
kepercayaan, hingga cinta yang terang benderang. Masyarakat berharap memiliki
sosok yang bisa dijadikan tempat bersandar dikala susah, sosok yang bisa
diandalkan ketika yang lainnya sibuk dengan diri mereka sendiri. kemudian
hadirlah dia disaat-saat yang tepat. Pemerintah hadir dengan sejuta kata-kata
manis. Kata-kata manisnya melantun menemani Masyarakat mengawali dan mengakhiri
harinya. Pemerintah selalu datang, membuat Masyarakat melayang dengan wibawa
dan janji-janji.
Tanpa
daya, Masyarakat terpesona pada tutur kata yang disusun apik sebagai rayuan nan
romantis. Masyarakat luluh secara total. Harapan telah digantungkan,
kepercayaan telah diserahkan. Masyarakat tunduk atas cintanya pada Pemerintah
yang membutakan. Masyarakat jatuh pada setiap janji dan tenggelam dalam setiap
retorika yang meluluhkan.
Masa-masa
pendekatan-yang sering disebut dengan ‘kampanye' yang menyenangkan itu terlalu
memanjakan rupanya. Masyarakat dimanjakan dengan ribuan harapan.. Hingga saat
paling menentukan pun tiba. Masyarakat dipinang. Selayaknya yang sedang berada
dalam selubung cinta, tanpa tendeng aling-aling Masyarakat menerima pinangan
Pemerintah. Pemerintah melamar dengan mahar “Katakan tidak pada korupsi”. Jadilah kini Pemerintah telah sah
menjadi imam dari Masyarakat.
Masa-masa
awal pernikahan mereka, semua terkesan adem ayem saja. Tidak ada gejolak yang
mengkhawatirkan. Bahkan beberapa kabar gembira datang dari rumah tangga mereka.
Berbagai konflik berhasil diredam, swasembada beras pun aktif kembali dan
berbagai hal membahagiakan lainnya. Tahun pertama arus rumah tangga mereka
masih tenang tanpa ada gejolak yang berarti. Tahun berganti tahun, dan semuanya
perlahan mengalami perubahan. 5 tahun pertama diisi dengan gejolak-gejolak
kecil seperti kenaikan tariff BBM (bahan bakar minyak) yang naik secara pelan
tapi pasti. Masyarakat mulai terusik dengan perubahan ini. Hingga tahun-tahun
selanjutnya Pemerintah mulai berubah.
Masyarakat
mulai curiga ada yang tidak beres dengan Pemerintah. Pemerintah seolah-oleh bukan
dirinya lagi. Masalah mulai muncul dalam rumah tangga mereka. Sebut saja
skandal proyek Hambalang, belum lagi dugaan Mark Up simulator SIM, korupsi pengandaan Al-quran, skandal suap
kasus impor daging sapi, ditambah lagi masalah lumpur lapindo yang dijadikan
bencana nasional sehingga Pemerintah yang harus menanggungnya. Tapi Masyarakat
tetap berusaha untuk percaya bahwa Pemerintah akan membaik lagi. Tetap menaruh
harapan tentang keharmonisan rumah tangga mereka. Bahkan Mayarakat tetap merasa
simpati ketika Pemerintah justru meminta kenaikan gaji disaat Masyarakat
sendiri sedang berada dalam kekurangan. Semua karena rasa cinta Masyarakat yang
menggunung untuk Pemerintah.
Tapi
yang ada malah sebaliknya harapan, kepercayaan, dan cinta Masyarakat telah disia-siakan.
Masyarakat kecewa. Pemerintah telah berubah, tidak seperti Pemerintah yang dulu
dikenal dengan janji-janjinya, dengan tutur katanya, dan dengan retorikanya. Masyarakat
capek.
Yang
Masyarakat tahu, Pemerintah sempat dekat dengan Korporasi. Beberapa kabar
burung bahkan menyebutkan Pemerintah berselingkuh dengan korporasi. Semua
masalah yang muncul, mulai dari hal-hal kecil seperti kenaikan harga BBM hingga
hal-hal luar biasa seperti kasus Hambalang, Simulator SIM, bahkan Lumpur
Lapindo adalah hasil dari Pemerintah yang menuruti setiap kata-kata yang
didiktekan oleh korporasi. Tidak ada lagi cinta untuk Masyarakat, semua
perhatian, kepedulian Pemerintah telah direnggut oleh Korporasi.
Sampai
kapan Masyarakat harus seperti ini? Percaya begitu saja pada Pemerintah,
sementara Pemerintah hanya memikirkan Korporasi. Menggantungkan harapan tinggi
pada Pemerintah, sedangkan Pemerintah hanya mementingkan harapan Korporasi.
Mencintai Pemerintah dengan sungguh-sungguh, sementara cinta Pemerintah hanya
untuk Korporasi. Sampai kapan Masyarakat hanya bisa berdiam diri, melihat
Pemerintah bercumbu dengan Korporasi? Sampai kapan Masyarakat hanya bisa
kecewa, menikmati kemesraan Pemerintah dengan Korporasi? Sampai kapan?
Inikah
yang namanya cinta? haruskah ada yang terluka agar yang lainnya bahagia?
Bagaimana dengan konsep ‘kesetiaan’, masih berlakukah? Bahkan pada kehidupan
Masyarakat, cinta Pemerintah tak lagi ada. Cinta Pemerintah telah terampas oleh
Korporasi.
Saat
memejamkan mata, Masyarakat membayangkan surga. Surga tempat dimana
kesejahteraan bertebaran. Surga tempat dimana bahagia bertaburan. Bahagia
karena mencintai Pemerintah, juga saat dicintai Pemerintah. Seperti cerita
cinta sepanjang zaman, seperti kisah cinta dongeng-dongeng 1001 malam, dan
seperti kisah cinta yang berakhir bahagia. Masyarakat bersyukur dipertemukan
dengan Pemerintah, lalu jatuh cinta.
Namun,
semakin lama memejamkan mata, bukannya senyum yang menghias wajah Masyarakat.
Tapi air mata yang menetes, jatuh perlahan-lahan. Masyarakat menangis, teringat
akan setiap perih yang ditorehkan, setiap luka yang digoreskan, setiap sakit
yang ditancapkan oleh dusta Pemerintah. Bukan hanya sekali-dua kali. Masyarakat
tetap mencoba untuk percaya, untuk berharap dan untuk mencinta.
Betapa
ironisnya kehidupan Masyarakat, wahai pemerintah sayang. Pemerintah yang selalu
membantu Masyarakat, kini malah menjadi sumber kesusahan terbesar Masyarakat.
#tulisan lama yang baru sempat diposting :)#
0 komentar:
Posting Komentar